Term of Reference (TOR)

Term of Reference (TOR)
Menuju Pemerintahan Mahasiswa yang Cerdas dan Demokratis
Mengenal Lebih Dekat Dunia Legislatif Sastra”

1.      Memahami Kembali Demokrasi
Secara harfiah, demokrasi merupakan sistem pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat dan sangat membuka lebar-lebar arus keterbukaan terhadap publik. Menjadi sangat naïf dan lucu ketika demokrasi hanya dipahami secara sempit sebagai sistem yang hanya mengenal voting atau lebih mementingkan suara terbanyak. Dalam sistem demokrasi yang dianut Indonesia, musyawarah mufakat dan keterbukaan informasi merupakan prinsip yang wajib diamalkan, sesuai dengan sila Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan Perwakilan.
Dengan kata lain, demokrasi tak akan terwujud apabila tidak ada partisipasi dari seluruh entitas dalam masyarakat. Sehingga dalam sistem demokrasi harus melibatkan seluruh entitas sistem. Inilah hakikat dalam sistem demokrasi, dari, oleh, dan untuk rakyat. Ini pula yang membedakan antara demokrasi dengan sistem pemerintahan lain seperti monarki dan oligarki.
Lebih jauh, demokrasi merupakan sistem yang mempunyai demokrasi adalah sistem pemerintahan yang memberikan penekanan pada fungsi kontrol atau dengan kata lain  check and balance dari semua pos kekuasaan yang ada. Dari sini diharapkan akan lahir keadilan (justice) yang secara  mekanistik memberikan kebaikan kepada seluruh elemen masyarakat.
Sistem demokrasi secara asimtotik akan dapat tercapai saat semua elemen sistem tersebut dapat melakukan pemeriksaan dan pemberian pendapat serta berhak turut serta dalam setiap pengambilan keputusan yang akan menjadi kebijakan publik, baik secara langsung (demokrasi langsung) ataupun secara tak langsung dalam bentuk perwakilan/representasi (demokrasi tak langsung).
Filsuf yang juga menjadi pengilham revolusi Perancis (1798) mengungkapkan bahwa sistem kekuasaan yang selalu ada dalam setiap sistem pemerintahan ada tiga (Trias Politika), yakni eksekutif, legislatif, dan yudikatif (peradilan). Tiga pos kekuasaan ini selayaknya terpisah agar dapat saling menyeimbangkan sehingga roda keadilan tetap bisa dipertahankan. Suatu kenaifan terjadi di negara kita saat ketiga pos ini tidak terpisah namun terdistribusi, di mana presiden sebagai pemegang kekuasaan eksekutif juga memiliki “sedikit” kekuasaan legislatif (menetapkan undang-undang) dan kekuasaan hukum. Secara tidak langsung konstitusi kita memberikan pintu kepada kekuasaan sentralistik sehingga memungkinkan timbulnya pemerintahan otoriter Orde Baru.
Kekuasaan legislatif adalah kekuasaan yang sifatnya memberikan legislasi terhadap kekuasaan eksekutif. Produk yang dihasilkannya adalah produk hokum dan perundangan yang berisi rambu-rambu yang harus diikuti oleh eksekutif dalam menjalankan roda pemerintahan. Pos ini juga sekaligus memberikan fungsi kontrol terhadap jalannya proses hingga lahirnya kebijakan publik. Dalam sistem demokrasi tak langsung, maka lembaga legislatif ini ditempati oleh federasi atau representasi (perwakilan) dari tiap segmen/distrik publik yang ada yang terbagi secara geopolitis. Akibatnya, pos kekuasaan inilah yang secara langsung berhubungan dengan publik, yang dapat diimplementasikan dalam mekanisme recall, pertanggungjawaban di tingkat distrik, dan sebagainya. Jadi, dalam hal ini tiap elemen representatif lembaga legislatif harus memiliki kejelasan entitas yang diwakilinya. Dengan perkataan lain, tiap anggota dalam kelembagaan legislatif harus jelas mewakili segmen publik tertentu, sehingga publik mengetahui siapa yang mewakilinya di tingkat kelembagaan pusat. Dalam praktiknya, harus dijamini adanya kebebasan dalam mengemukakan pendapat oleh setiap entitas publik, untuk kemudian nantinya dalam pengambilan keputusan, semua perbedaan tersebut dimoderasi dengan musyawarah (untuk mencapai mufakat atau aklamasi) ataupun voting, referendum, sebagai cara untuk mengumpulkan suara terbanyak yang menentukan sikap publik secara keseluruhan.
Kekuasaan eksekutif  merupakan pos kekuasaan yang mengeluarkan berbagai kebijakan yang akan berkenaan dengan publik secara langsung atau tak langsung, di bidang sosial, politik, ekonomi, budaya, dan sebagainya. Pos inilah yang menentukan segala kebijakan sistem berdasarkan amanah yang disampaikan oleh kekuasaan legislatif. Adalah proses lahirnya segala kebijakan publik ini, legislatif harus memiliki akuntabilitas yang konkrit terhadap eksekutif.
Dengan kata lain, legislatif memiliki hak-hak untuk melakukan pemeriksaan terhadap setiap proses kelahiran suatu kebijakan yang dilakukan oleh eksekutif. Di sini, secara legal formal, legislatif menjadi mitra tanding (baca: oposisi) dari kekuasaan eksekutif.
Kekuasaan yudikatif merupakan kekuasaan yang menjadi tulang punggung dari setiap roda demokratisasi pemerintahan, karena ia menjadi kekuasaan kehakiman tertinggi yang menentukan apakah kebenaran yang dianut oleh sistem tersebut ditegakkan oleh sistem tersebut. Pos kekuasaan yudikatif memiliki hak uji material dari setiap kebijakan publik yang dihasilkan oleh eksekutif berdasarkan legalitas yang diberikan oleh kekuasaan legislatif. Demi tegaknya supremasi hukum, maka pada praktiknya, kekuasaan yudikatif tidak boleh pandang bulu dalam menerapkan hukum yang ada. Dari sini, diharapkan tercipta suatu keadaan yang seadil-adilnya bagi sistem tersebut.

2.      Pemerintahan Mahasiswa di Fakultas Sastra UM
Sebagai Organisasi Pemerintahan Mahasiswa yang menganut sistem demokrasi, Pemerintahan Mahasiswa di fakultas sastra UM terdapat Lembaga Eksekutif Fakultas (LEF) dan Lembaga Legislatif Fakultas (LLF). LEF terdiri atas Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas (BEMFA) dan Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ), sedangkan LLF terdiri atas Dewan Mahasiswa Fakultas (DMF).

3.      Dewan Mahasiswa Fakultas Sastra
Berdasarkan fungsi, tugas, wewenangnya yang telah diatur dalam AD/ART OPM Fakultas Sastra UM, DMF Sastra merupakan lembaga legislatif dan yudikatif dalam Organisasi Pemerintahan Mahasiswa Fakultas Sastra. Dewan Mahasiswa Fakultas Sastra terdiri atas tiga komisi, yaitu: komisi aspirasi dan advokasi, komisi evaluasi dan control, dan komisi pengembangan dan konstitusi.

4.      Tugas Komisi-komisi DMF Sastra
a.       Komisi aspirasi dan advokasi
Komisi aspirasi dan advokasi merupakan komisi yang bertugas menyerap dan menyampaikan aspirasi mahasiswa kepada pihak yang terkait, baik tentang internal OPM Fakultas, maupun eksternal OPM FS. Selain itu, komisi ini juga wajib melakukan advokasi terhadap aspirasi yang disalurkan dan juga advokasi terhadap segala sesuatu yang membutuhkan advokasi, seperti mahasiswa yang mempunyai masalah dalam bidang hukum, ekonomi, dan hak asasi manusia.
b.      Komisi kontrol dan evaluasi
Komisi ini merupakan komisi yang bertugas melakukan pengawasan (kontrol) evaluasi terhadap segala aktivitas yang terjadi dalam LEF. Dari evaluasi yang dilakukan, DMF Sastra bisa mengambil kebijakan terhadap LEF atau melakukan hak angket dan hak interplasi terhadap LEF. Sehingga LEF dalam bekerja tidak seenaknya dan tetap berada sesuai dengan aturan, norma, dan koridor yang berlaku.
c.       Komisi pengembangan dan konstitusi
Sebagai komisi dalam DMF Sastra, fungsi dalam komisi ini merupakan perpaduan antara fungsi Lembaga Legislatif dan Lembaga Yudikatif. Dalam komisi ini, Undang-undang dan peraturan dibuat. Komisi ini pula yang bertugas untuk melakukan uji materil dan penafsiran terhadap UU dan peraturan, serta melakukan fit and proper test terhadap calon anggota Komisi Pemilihan Fakultas Sastra.
           

0 komentar:

Posting Komentar